Sabtu, 24 September 2011

Gua dan Bukit Hitam Sendang Ratu Kenya, Wonogiri

Dingin pagi itu begitu menusuk, seperti pagi yang selalu kualami di Wonogiri, kampung halaman Ibuku. Dan hari itu, aku, ibuku serta keponakanku yang sangat pemberani, Titin, berencana pergi ke Sendang Ratu Kenya. Sendang adalah salah satu tempat ziarah umat Katolik yang cukup terkenal, walaupun kesannya religius, Sendang merupakan salah satu tempat wisata yang sangat indah.

Sendang Ratu Kenya sebenarnya dulu adalah gua yang dikenal angker di Wonogiri, banyak orang yang mencari pesugihan ke gua tersebut. Tetapi ketika misionaris Katolik datang ke daerah tersebut, misionaris tersebut mendatangi dan mendoakan gua tersebut. Akhirnya keluarlah mata air dari goa dan dipercaya mendatangkan banyak berkat seperti menyembuhkan penyakit atau mukjizat lain.

Aku sendiri selalu menyempatkan diri datang ke Sendang setiap menjenguk nenekku ke Wonogiri. Karena selain tempatnya sunyi dan sejuk, cocok sekali sebagai tempat berdoa, pemandangannya juga luar biasa indah.

Kami naik dua motor, aku dengan Ibuku dan Titin seorang diri. Setelah menyusuri jalan menanjak yang cukup terjal, sampailah kami di tempat parkir Sendang yang dipayungi dengan pohon hijau nan rindang. Untuk orang yang tidak berani berkendara melewati jalan menanjak tersebut, warga sekitar berbaik hati meminjamkan lahannya untuk tempat parkir, tetapi dengan ijin terlebih dahulu tentu saja.

Minggu, 07 Agustus 2011

Perjuangan ke Padang - Padang

Matahari pagi menyinari jendela kamar kostku di daerah Denpasar. Kamar kost ini aku sewa selama 7 hari saja, selama aku dan kakakku berlibur di Bali. Adalah Ia, sahabatku sejak kuliah yang tinggal di Bali, telah berbaik hati menjadi guide aku dan kakakku selama kami berada di Bali. Hari ini, Ia mengajak kami untuk pergi ke Pantai Padang – Padang. Aku tak pernah mendengar nama pantai itu, selama ini aku hanya tahu Pantai Kuta atau Sanur. Ada yang bilang pantai ini sangat indah tetapi belum banyak orang yang tahu.
Pukul 11.00wib aku dan kakakku menjemput Ia dengan menggunakan 2 motor. Kami bergegas makan siang dan hidangan hari ini adalah sate ikan khas Bali serta sambal matah-nya yang terkenal. Aku suka sekali dengan sambal ini, terdiri dari irisan bawang dan cabai tetapi rasa dan aroma bawangnya tidak menusuk sehingga segar sekaligus pedas ketika melewati tenggorokan.

Sabtu, 09 Juli 2011

Danau Toba


Hawa pagi yang cukup menusuk membangunkan mimpi indahku. Medan memang lebih dingin dari Jakarta saat malam, tetapi menjelang siang, hawanya bisa lebih panas dari Jakarta. Hari itu perasaan bersemangat merasuki jiwaku, setelah sekian tahun tak ke Medan, kampung halaman ayahku, bulan Desember 2010 aku dan seluruh keluarga pulang ke Medan, dan pagi ini, kami pergi ke Danau Toba. Ya, sepatuku akan menjejak ke Danau Toba. Kila, panggilan bahasa Batak Karo untuk Paman, mengatakan bahwa perjalanan ke Danau Toba memakan waktu 4-6 jam dari Deli Serdang, daerah tempat Ayahku lahir dan besar.

Pukul 7 pagi kami berangkat, Ayah, Ibu, Kakak, Adik, Kila dan kakak sepupuku. Aku ingat terakhir aku pergi ke Danau Toba, saat itu aku masih sangat kecil, kelas 6 SD sepertinya, yang aku ingat Danau Toba itu kotor, panas dan tidak meninggalkan kesan yang bagus sama sekali. Tetapi entah kenapa, aku merasa perjalanan ke Danau Toba kali ini akan berbeda.

Senin, 04 Juli 2011

Viet Trip (2) ; Water Puppet

Ok, saya lanjutkan cerita perjalanan di Saigon bagian kedua

Usai menjelajahi Chi Chi Tunnels, kami minta ke Jackie untuk di-drop di restoran halal dan enak di daerah Pham Ngu Lao. Jackie menurunkan kami di sebuah restoran India. Hmmh, rasanya tidak mengecewakan dan harganya pun bersahabat...

Perut terisi, tenaga kembali dan waktu masih sore. Kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mengelilingi Ho Chi Minh City (HCMC).Berbekal peta, kami memulai perjalanan. Langkah kaki mengarah ke Ben Than Market..Ah,beruntung di HCMC banyak sekali taman sehingga perjalanan kami tak terlalu melelahkan meskipun cuaca terik..

Setelah melewati taman yang ada patung Tran Nguyen Han berkendara kuda, sampailah di Ben Than. Karena baru awal perjalanan, kami memutuskan untuk tidak membeli oleh-oleh terlebih dahulu...jadi, hanya sekedar melihat-lihat disitu. Cukup...Perjalanan kami lanjutkan ke tempat pertunjukan water puppet (wayang air), kesenian khas Vietnam.

Menulis itu Candu

Menulis, bagiku itu candu. Bak seorang perokok yang susah untuk melepas kertas berisi tembakau, menulis pun sama buatku. Susah untuk memulai, tetapi berat untuk berhenti. Dan, seperti 'pemakai' aku pun bisa 'sakaw' kalau tak menulis atau menikmati tulisan.

Menulis dan membaca tentunya sudah menjadi candu. Candu yang bisa membawaku terbang melayang. Candu yang bisa memberiku kenikmatan berkepanjangan. Candu yang bisa membuatku, ahh, orgasme!

Hmmh, sejak aku masih mengenakan seragam putih-merah, aku sudah hobi menulis. Bukan hanya pelajaran yang kutorehkan dengan tinta di setiap buku pelajaranku tetapi lebih banyak kata-kata konyol, gambar-gambar lucu, atau pun luapan emosi ku sebagai anak kelas 5 SD. Semuanya tercecer di setiap buku pelajaran ku.

Tahun pertama aku bersalin seragam menjadi putih biru, itulah kali pertama nya aku memiliki buku khusus untuk menampung tulisanku. Seorang sahabat menghadiahiku buku harian sebagai hadiah ulang tahun. Selain sebagai, sahabatku punya alasan lain memberiku buku harian : dia merasa terganggu karena buku-buku pelajaran nya juga menjadi sasaran tempatku menorehkan semua bahasa ajaibku..haha.

Dan sejak itu, aku semakin rajin menulis, hampir setiap hari lakon hidupku aku ceritakan dengan guratan tinta di lembar-lembar buku harianku. Entah sudah ada berapa buku yang aku habiskan, aku sudah tak ingat lagi. Yang jelas, jika aku membaca nya kembali, aku bisa mengulum tersenyum, tersipu malu, tertawa gembira atau bahkan menggharubiru. Tulisan itu bisa membuatku mengendarai mesin waktu, membuka pintu kemana saja, membuka kembali memori otaku, dan merewind kenangan-kenanganku..Hebat..! (*muji diri sendiri mode on)

Menulis dan membaca merupakan dua sisi koin yang tidak dapat dipisahkan. Setelah menulis pasti akan aku baca kembali. Sekedar merasakan  'kehidupan' di tulisanku atau merombak bagian yang kurasa tak enak.
Dan semalam, secangkir kopi menemaniku menantang detak jarum jam. Hanya dengan layar mungil BlackBerry curve ku, aku menelusuri setiap tulisan sahabat baruku, Birong, di blognya yang sangat inspiratif.

Sendirian di kamar berukuran 2x3 meter, aku termenung. Aku berkaca dan belajar pada kehidupan gadis menarik itu. Tanpa ragu dan malu, dia sanggup menunjukan keberanian dan kualitas hidupnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Cukup satu kata untuk Birong, Hebat..!

Birong memberiku dosis candu extra buatku dengan tulisannya. Tidak dia saja, masih ada Ana dan Igun yang sanggup membuatku terpana dengan guratan tinta mereka. Ah, aku semakin kecanduan. Aku ingin mencandu keberanian Birong, Aku ingin menjadi pecandu kecerdasan Ana dan Aku 'sakaw' kebijaksanaan Igun.

Aku ingin jemariku akan terus menari, mengurai cerita, menggores makna. Aku seorang pecandu dan aku tak mau berhenti... (Ia)

Kuta, 26 Juni 2011

Jumat, 01 Juli 2011

Viet Trip (1) : Dari Saigon Sampai ke Chu Chi

Ini kisah, saat sepatuku kubawa melangkah ke Vietnam. Semua berawal di 'wartel' Koran Tempo. Saat itu Saya, yang masih menjadi jurnalis di Koran Tempo tengah berbincang dengan Bunga dan Sorta  sembari menunggu respon narasumber. Dari obrolan itu, terbersitlah ide untuk travelling ke negeri itu plus Cambodia.

Tanpa banyak 'cingcong' segera kami buka situs Air Asia untuk mencari tiket promo. Akhirnya kami bersepakat untuk bepergian pada 7-14 Juni 2010. Tiket yang kami dapatkan cukup murah, hanya Rp 800 ribuan plus pajak PP Jakarta - Ho Chi Minh City. Dengan sedikit promo, kami dapatkan banyak kawan seperjalanan. Namun, yang akhirnya team kami hanya bertambah dua orang, Agust dan Yoga. Jadilah lima sekawan berangkat ke Indo-China, belajar sejarah, budaya dan berwisata.

Singkat kata di hari pertama, kami sampai di Than Son Nhat International Airport, Ho Chi Minh City (dulunya Saigon) sekitar pukul 20.00 WIB setelah menempuh tiga jam perjalanan dari Jakarta. Tiba disana kami menggunakan taksi bandara menuju Hostel yang telah kami pesan di Pham Ngu Lao (kawasan backpacker). Tarifnya US$ 8 dolar satu taksi yang diisi lima orang.

Eh, ada tips neh buat yg mau kesana : Taksi di Vietnam mobilnya ada yang besar. Jadi, lima orang plus barang bawaan cukup satu taksi. Taksi yang cukup terpercaya disana adalah Vinasun dan Mailinh. Hati-hati gunakan taksi yang lain, supirnya suka rese dan minta tips yang besar seperti yang kami alami.

Berpetualang Ala Avatar

Tulisan ini ku repost dari tulisan Nita Roshita (Green FM) di www.sarongge.org. Tulisannya ku repost karena ada sayanya..hehe. Narsis boleh dons!Kisahnya tentang perjalanan tim adopter pohon  di Hutan Sarongge, Gunung Gede Pangrango, Cianjur, Jawa Barat. Perjalanan itu sendiri sudah setahun lalu, tepat sebulan sebelum aku memutuskan keluar dari Tempo, media tempatku bekerja.

Ini dia tulisanya Nita, ringan namun tetap menarik..

Wah keren, ini kayak film Avatar! Gue serasa Jack Sully yang bicara pada Eywa. Foto dong foto” Begitu teriak Gunanto jurnalis majalah Tempo ketika diajak oleh Green Radio memasuki hutan tropis Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Ewya di film Avatar adalah simbol roh suci berbentuk ubur ubur putih yang melayang-layang. Sementara yang diteriaki Gunanto sebagai Eywa adalah Bubukuan  (Stobilanthus Cernua) yang bunga putihnya hanya mekar setiap 7 tahun sekali dan tumbuh hanya pada ketinggian 1500-1600 diatas permukaan laut. Bubukuan ini seperti pagar hidup yang cantik dan memayungi jalan Anda dari pintu masuk hutan. Bunganya tak kalah cantik dibanding Sakura asal Jepang.

Kamis, 30 Juni 2011

Thai Trip (3) : The Beautiful Phi Phi

Ini tulisan ketiga saya tentang perjalanan di Phuket, Thailand...

7 Juni 2011, Saya sampai ke Phi Phi Island...yippiii, senangnyaaa, dream come true adn my wish list berkurang satu. Akhirnya saya merapat juga di salah satu tempat impian saya ini.....

Saya menuju Phi Phi dengan paket one day tour yang dipesan di Phuket. Pilihanya untuk tour 1 hari bisa menggunakan Big Boat (sekitar 300 orang) atau Speed Boat (30 orang). Kami memilih memakai speed boat, lebih mahal 300 bath gak papa lah...Soalnya pakai Big Boat katanya gak bisa merapat ke pantai. Mesti berenang sendiri...Jadilah paket tour ke Phi-Phi seharga 1200 bath/orang kami pesan. itu udah termasuk mobil antar jemput hostel-darmaga, speedboat, makan siang, alat snorkling, buah-buahan, kue, minuman dan life jacket serta guide.


-Phi Phi adalah kepulauan di Laut Andaman. Pulau terbesarnya dan satu-satunya yang berpenghuni adalah Phi-Phi Don. Jaraknya sekitar 50 km dari Phuket. Dapat di capai juga dari Krabi. Phi phi masuk kedalam wilayah Propinsi Krabi dan sebagian besar penduduk aslinya adalah muslim.-

Dari pelabuhan Rassada di Phuket, perjalanan Speed Boat katanya memakan waktu sekitar 1 jam. Kalau pakai big boat katanya dua kali lipat lamanya. Kita dapat tempat duduk di dek, lumayan bisa berjemur dan menghitamkan (baca : menambah eksotis) kulit..*mau diitemin segimana lagi yah kulit gw?hihi.

Ok, Let's sail captain Jack!Bawa Black Pearl-mu menuju Phi Phi bersamaku...yuhui..

Minggu, 26 Juni 2011

Heavenly Pleasure Of Nembrala Beach

The trip to the beach Nembrala, Rote

Nembrala coastal atmosphere, Rote, still far from the crowds. Most visitors just foreign tourists who love to play with the high tide the sea coast.

Fortunately for us who live in an archipelago of Indonesia. Geographical position of this country, tells many stories of the beauty of its beaches. The name of a popular beach in Indonesia, including Bali Kuta Beach, Senggigi Beach, and Beach Gili Trawangan Lombok, Yogyakarta Parangtritis Beach, beaches in the Wakatobi Sulawesi and many other beautiful beaches that may only be known for certain tourists. Like Nembrala Beach in East Nusa Tenggara which turned out to have long been known as a place to surf.

The story of the beauty of this Nembrala Beach, I get from Area Development Manager Rote World Vision Indonesia, Sugiarto Atmodjo. Got pessimistic when heading to that place. Because, to arrive at the Village Nembrala, a trip that must be long enough, ie, initially, the air must travel from Jakarta to Kupang. Then in the port of Kupang Tanau, we have to catch the ferry to the island of Rote. Fast ferry which takes two hours, will bring us to the District prior Ba'a until at Village Nembrala.

The Shoes Goes To Siak

"Keterlambatan jam penerbangan, dan keputusan mendarat darurat di bandar udara yang bukan tujuanmu memang menyebalkan. Apalagi, jika petugas maskapai penerbangan yang bersangkutan tidak sepenuh hati melayanimu. Lelah, lapar, dan meleset dari apa yang telah kau rencanakan adalah imbas yang tidak bisa dihindari. Tetapi, begitulah hebatnya perjalanan, selalu ada kejutan." -Birong-

Siak, Pekanbaru
Sepatuku kali ini menginjak bumi lancak kuning, Pekanbaru. Aku terbang menuju Siak, salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Tak usah disebut lah ya apa yang membawaku kesini. Anggap saja, aku tengah mengunjungi kampung halaman teman seprofesiku, Afni. Anak Siak yang berhasil menyabet gelar Master of Science dan berkarir sebagai jurnalis di ibukota Jakarta.

“Pesawat terpaksa mendarat di bandar udara Polonia, Medan, karena cuaca buruk yang tidak memungkinkan untuk mendarat di tempat tujuan, yakni bandar udara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru,” ujar pilot pada pengeras suara dalam pesawat. Alhasil, badan pesawat yang tadinya sempat menukik turun, kembali mengudara disambut gaduh suara penumpang bertanya-tanya.

The Shoes Goes To Phuket

"Tak peduli seberapa sesaknya kau mengantri saat boarding pass menuju perut pesawat, perjalanan – apapun tujuannya, selalu berhasil membuatmu tersenyum. Bahkan, kau rela melenyapkan tiga hingga lima bulan gajimu hanya untuk mengongkosi sepekan keberadaanmu ditengah-tengah orang yang tidak kau kenal. Percayalah, kakimu itu cukup pantas memakai sepatu paling nyaman untuk membawamu melangkah ke tempat-tempat indah." -Birong-


Phuket, Thailand
Aku tidak pernah membayangkan sebelumnya akan melihat kota utama di selatan Thailand ini. Alasannya sederhana, terlalu mahal untuk mewujudkan liburan di tempat syuting salah satu film Hollywood yang dibintangi Leonardo DiCaprio, The Beach.  Namun, faktanya, mimpiku jadi kenyataan setelah Oktober 2010 lalu aku mengamini keinginan Igun, salah satu teman perjalananku, untuk membeli tiket promo ke Phuket. Yang diikuti dengan bergabungnya Agha, teman lainnya.

Minggu, 5 Juni 2011, aku menginjakkan kakiku untuk pertama kalinya di Phuket. Selain Igun dan Agha, ada pula Anna dan Ia, dua teman lain yang bergabung pada detik-detik terakhir. Sayang, kami tiba terlalu malam untuk menikmati si cantik Phuket. Alhasil, setelah bersih-bersih di penginapan yang cukup layak disebut hotel untuk harga 200 baht alias Rp 60.000 per orang (1 baht = Rp 300), kami hanya bisa membunuh waktu sebelum tidur dengan menyantap isi gerobak penjaja makanan di depan penginapan.

Sabtu, 25 Juni 2011

Phuket Phun Day 1 and Day 2

Dari tahun lalu desktop background komputer di kantorku adalah gunung atau taman atau pantai.. Semua yang berbau – bau liburan.. Karena dengan jam kerja yang cukup panjaaaang dan lain – lain, aku perlu sesuatu yang bisa menyegarkan pikiranku walau hanya sekejap sajaaah. Awal 2011 datanglah kesempatan untuk liburan dari Igun, awalnya aku ragu, karena pasti harus cuti lama. Tapi karena setiap pori – pori tubuhku sudah berteriak, “Tidaaaaaaaaak, kami butuh liburaaaaaan”. Akhirnya aku ikut serta liburan ke Phuket, Thailand bersama 4 orang lain, Ia, Birong, Agha dan Igun. Yaaaaaaay!

5 Juni 2011, kami berangkat dari Jakarta, kecuali Ia yang berangkat dari Denpasar karena dia tinggal di Bali.  Sampai di Bandara Phuket, belum ada terasa hawa – hawa luar negri karena aku merasa seperti landing di Bandara Ngurah Rai, Bali, hanya bandara Phuket bersih niaaan.. Kami akhirnya naik taxi van menuju ke Pineapple Guest House di Karon Beach, semobil dengan segerombolan turis wanita dari Indonesia, salah satunya tinggal di Ciputat *tetanggaaaa!!* yang bisa disebut “Rempong Girls”, masalahnya, sudah hampir jam 9 malam dan kami semua belum makan, tapi Rempong Girls itu masih bingung minta muter – muter mau menginap dimana.. Akhirnya setelah debat kusir sebentar, supir mengantar kami dulu baru mengantar mereka mencari penginapan. Hiks..

Aku baru berasa di luar negeri saat perjalanan menuju Pineapple, karena walaupun fisik orang Thai mirip – mirip orang Indonesia, arsitektur bangunan disana sangat khas, dan lebih bersih dari Indonesia. Sampai di penginapan dan setelah bersih – bersih kami makan malam di pedagang gerobang depan Pineapple. Ada sate sosis, babi (favoritnya Birong), sapi, ayam dll dengan nasi ketan dan saus encer dan manis.. Enaaaaaaak! Ada juga Seven Eleven, minimarket mirip Alfamart di Jakarta, hanya saja setiap beli kami harus mengkonversikan Bhat ke Rupiah untuk tahu barang itu mahal atau tidak, makluuum, Backpacker.. Tapi beneeeer, semua lebih murah dari Jakartaaaa!!!

Thai Trip (2) : Night Life @Bangla Road

Ini tulisan bagian kedua tentang perjalanan saya di Thailand. Dibagian ini, saya mau berkisah tentang sisi gelap (*kulit gw kali gelap) kehidupan di phuket..

Hmmh, untuk hiburan malam, Phuket layak menyandang predikat juara. Dan tempatnya adalah BANGLA ROAD. Bangla adalah jalan besar yang bebas kendaraan bermotor saat malam. Berada di kawasan Patong Beach, ini adalah pusat hiburan malam di Phuket. Disamping kiri dan kanan sepanjang jalan Bangla dipenuhi bar,club dan cafe. "Hiburan macam apa yang kau cari anak manusia, tinggal pilih di Banglaa..," teriak setan dugem..hahaha.

Notes : ini bukan berarti gw suka dugem yah..just for my experience..>*disclaimer..hihi.

Mau tari erotis, tak usah bayar. Tinggal siapin mata, jalanan sepanjang Bangla banyak Bar dan Cafe yang menyajikan secara terbuka. Mau joged-joged pinggir jalan, sok atuh, musiknya keras abbess, jedag jedug sampai ke jalanan. Mau live musik, ada juga dari yang rock, hip hop, sampai reggae. Mau liat-liat, poto-poto, monggoo...

Nah, kalau mau special show juga ada. Bangla memang yang memang menahbiskan diri menjadi surga hiburan malam khususnya para pria dengan bangga menyajikanya. Disini yang paling terkenal adalah A Go Go Show, ini adalah pertunjukan khusus dewasa yang membayangkan saja Gue belum pernah tapi ada di Bangla... Ah, Gue gak mau cerita panjang lebar soal show ini, dicari aja ntar kalau berkunjung ke Bangla yah...hehe, yang jelas Untuk menikmatinya memang gw harus mengeluarkan uang extra minimal 500 bath dengan bonus sebotol Chang Beer (Bir khas Thailand).

Bagi pencari wanita, Bangla juga pusatnya. Disini mau wanita yang asli maupun jadi-jadian berseliweran dengan pakaian minim di pinggir jalan. Mau yang sexy, biasa saja, tinggi, pendek, muda atau udah agak mbok-mbok tinggal tawar sesuai dengan selera Anda..hehe. *Buat para lelaki, gak usah di kasih tips dan trik untuk melakukanya kan?.. :-).

Thai Trip (1) : Phuket Fun!

Hmmm..saya kembali nge-blog...

Saya kembali bersemangat menulis, semoga bisa konsisten kali ini. Sekedar tahu, nafsu menulis saya memang timbul tenggelam setelah tak menjadi jurnalis formal lagi. Dulu ya satu hari lima tulisan perkara yang enteng, *ya iya lah kan emang kaga digaji kalau nggak nulis..hehe. Kalau sekarang, boro-boro sehari satu tulisan, sebulan sekali nulis di Kabare Bralink (Tabloid kebanggaan warga purbalingga..hehe) saja saya kadang-kadang telat tenggat.

Nah, sekarang ada momen baru. Saya dan teman teman seperjalanan travelling ke Phuket kemarin sedang bersemangat menulis. Momentum seperti ini sepertinya sayang untuk disia-siakan. Mari kita kembali menulis...

Dan...untuk awal postingan blog ini saya ambil dari notes di akun fesbuk dulu...

Ok... ini cerita perjalanan gue di Thailand, Negeri Gajah Putih, negara yang tak pernah dijajah, wilayah yang dulu masyhur disebut Kerajaan Siam, daerah yang gue kenal lewat film Ong Bak dan Jandara...hehe :-)
Thailand, Phuket, dan khususnya Phi Phi Island sudah sejak lama ada dalam rencana backpack-er gw. 'The Beach' film yang dibintangi Leonardo di Caprio mengambil setting di pulau eksotis itu sumber inspirasinya. Dan Phi Phi pun jadi seringkali mampir di angan gw. "suatu saat gw akan kesana." kata setan travelling di otak berbisik.

The Traveller Shoes...

Hey...

Kami adalah lima sahabat yang dipertemukan dalam satu perjalanan. Kami sepakat untuk membuat blog ini untuk menampung cerita-cerita, unek-unek dan sampah-sampah yang ada di otak kami. Semuanya hasil dari langkah-langkah kaki kami yang terus berjalan, pelan tapi pasti. -Igoen-

"Tak peduli seberapa sesaknya kau mengantri saat boarding pass menuju perut pesawat, perjalanan – apapun tujuannya, selalu berhasil membuatmu tersenyum. Bahkan, kau rela melenyapkan tiga hingga lima bulan gajimu hanya untuk mengongkosi sepekan keberadaanmu ditengah-tengah orang yang tidak kau kenal. Percayalah, kakimu itu cukup pantas memakai sepatu paling nyaman untuk membawamu melangkah ke tempat-tempat indah." -Birong-

"Makanan, bangunan, pemandangan dan yang terpenting orang - orangnya. Perjalanan bukan hanya rekreasi buat kami, tetapi sama juga dengan pendidikan atau kursus yang tak ditawarkan oleh lembaga resmi manapun. Loves the relaxation so does the experience. No matter how much money we spent, we always earned more than that" -Ana-


Aku berjanji, mulai sekarang sepatu ini akan selalu menemani kemana pun aku pergi. Tak pandang waktu dan tempatnya, di saat aku berjalan, berlari, menyelam bahkan terbang sekalipun, tak sedetik pun akan aku lepaskan. Karena sepatu ini akan bercerita, menangis, tersenyum atau tertawa atas segala apa yang telah dilihat, didengar dan dirasakannya.-Tria-