Jumat, 01 Juli 2011

Viet Trip (1) : Dari Saigon Sampai ke Chu Chi

Ini kisah, saat sepatuku kubawa melangkah ke Vietnam. Semua berawal di 'wartel' Koran Tempo. Saat itu Saya, yang masih menjadi jurnalis di Koran Tempo tengah berbincang dengan Bunga dan Sorta  sembari menunggu respon narasumber. Dari obrolan itu, terbersitlah ide untuk travelling ke negeri itu plus Cambodia.

Tanpa banyak 'cingcong' segera kami buka situs Air Asia untuk mencari tiket promo. Akhirnya kami bersepakat untuk bepergian pada 7-14 Juni 2010. Tiket yang kami dapatkan cukup murah, hanya Rp 800 ribuan plus pajak PP Jakarta - Ho Chi Minh City. Dengan sedikit promo, kami dapatkan banyak kawan seperjalanan. Namun, yang akhirnya team kami hanya bertambah dua orang, Agust dan Yoga. Jadilah lima sekawan berangkat ke Indo-China, belajar sejarah, budaya dan berwisata.

Singkat kata di hari pertama, kami sampai di Than Son Nhat International Airport, Ho Chi Minh City (dulunya Saigon) sekitar pukul 20.00 WIB setelah menempuh tiga jam perjalanan dari Jakarta. Tiba disana kami menggunakan taksi bandara menuju Hostel yang telah kami pesan di Pham Ngu Lao (kawasan backpacker). Tarifnya US$ 8 dolar satu taksi yang diisi lima orang.

Eh, ada tips neh buat yg mau kesana : Taksi di Vietnam mobilnya ada yang besar. Jadi, lima orang plus barang bawaan cukup satu taksi. Taksi yang cukup terpercaya disana adalah Vinasun dan Mailinh. Hati-hati gunakan taksi yang lain, supirnya suka rese dan minta tips yang besar seperti yang kami alami.

Tiba di Pham Ngu Lao, kami langsung menuju ke Hostel yang sudah kami pesan via internet. Namanya My My Art House, bisa di-book di http://www.hostelworld.com/, untuk kamar bersih, ac, air panas, tv flat, wifi plus sarapan rasanya US$ 8 per malam tidak terlalu mahal. Hostel kami pun letaknya juga cukup strategis, di depannya terhampar taman luas dan jaraknya tak jauh dari Ben Than Market, pasar tempat penjualan souvenir. satu lagi, pelayanannya juga cukup kekeluargaan dan paket tour juga bisa dipesan disitu.
Setelah Check-in, kami langsung hunting kuliner karena perut yang sudah dangdutan. Pilihan kami jatuh ke kedai Pho, makanan khas Vietnam. Harga makanan di Vietnam tidak terlalu mahal, satu porsi Pho dengan mangkuk superbesar harganya sekitar 40.000 dong atau Rp 20.000 ( Rp 1 = 2 Vnd). Es teh manis pun bisa dinikmati 3000 Dong saja. Setelah perut kenyang, kami tidur untuk mempersiapkan perjalanan esok hari.

Hari kedua, kami menjadwalkan hari itu pergi ke CHU CHI TUNNELS, sebuah kawasan yang kondang karena dulunya meurpakan ajang pertempuran pasukan Vietkong dan tentara Amerika. Tempat itu berjarak sekitar 30 km dari Ho Chi Minh City. Paket Tour ke tempat ini telah kami pesan sebelumnya. Untuk perjalanan sehari, mobil, tiket masuk dan guide kami membayar US$ 10 per orang. Selesai sarapan Roti Baguette di Hostel, Jackie, sang tour guide kami telah menunggu di mulut gang. Kalau dilihat-lihat, sekilas dia memang mirip Jackie Chan sehingga dia menggunakan nama bintang film itu sebagai nama panggilanya. Ah, saya lupa nama Vietnamnya dia. Selama perang, Jackie mengaku bekerja untuk tentara Amerika di Dalat dan Saigon. Orangnya sangat bersemangat dalam bercerita, ramah dan ekspresif. Kami menggunakan jasanya karena direkomendasikan kawan jurnalis Jakarta Post. Dia guide yang memuaskan, kami juga merekomendasikan dia buat yang mau travelling di Ho Chi Minh City.

Sebelum sampai di Chu Chi, Jakcie membawa kami ke Handicapped Village, sebuah tempat pembuatan souvenir dari keramik yang dikombinasikan dengan kulit telur, kulit kerang dan lainya. Meski hanya tempat pembuatan souvenir,tempat itu dikelola langsung oleh pemerintah lho.. Semua yang bekerja ditempat itu adalah orang cacat, yang selama perang menjadi korban bom-bom Amerika. Pemerintah memberdayakan mereka bekerja di tempat tersebut karena mereka melarang kaum difabel menjadi pengemis.

MMh, saya jadi membandingkan dengan kota-kota di Indonesia yang banyak dijumpai pengemis, bahkan bukan orang cacat. Saya pikir langkah ini perlu ditiru oleh pemerintah kita. Oh ya, hal serupa juga sudah dilakukan oleh Pemerintah Kamboja yang memberdayakan kaum difabel sebagai penabuh gamelan khas Kamboja. Para penabuh gamelan ini ditempatkan di setiap obyek wisata terkenal di negeri itu, misal di Royal Palace dan Angkor Wat. Jadi, meski harganya souvenirnya cukup mahal saya kira cukup setimpal. Barangnya sangat berkualitas dan bisa sambil amal kan? :-D

Setelah selesai menjelajahi tempat itu, kami segera melanjutkan perjalanan utama, ke Chu Chi Tunnels! wow, Saya agak surprise saat sampai disana. Meski hanya bekas basis gerilya pasukan Vietkong, obyek tersebut sangat ramai dikunjungi wisatawan. Ada dua lokasi untuk melihat terowongan, Ben Duoc dan Ben Dinh. Ben Dinh lebih sering dikunjungi oleh wisatawan karena lebih dekat dengan Ho Chi Minh dan katanya para pemandunya juga lebih fasih berbahasa Inggris.

Sebelum kami berkeliling Chu Chi, sajian awal yang kami nikmati adalah pemutaran film dokumenter. Jackie, tour guide kami, ternyata cukup senior dan disegani di tempat tersebut. Setelah pemutaran film dokumenter, Ia mengambil alih panggung dan menjelaskan ke segenap audiens cerita tentang kawasan tersebut, tentu saja dibumbui kisah heroik pasukan Vietkong. Selesai pemutaran film dokumenter dan 'ceramah' Jackie, kami berkeliling. Pertama, jackie memperlihatkan berbagai macam jebakan yang dibuat oleh Vietkong. Banyak sekali macamnya dan ssst..Semua jebakan tak langsung membunuh. Orang yang masuk dalam perangkap akan tersiksa dan akhirnya mati perlahan karena kehabisan darah dan kelaparan. Di Chu Chi, dipamerkan semua jebakan yg dipergunakan Viet kong dan diperlihatkan juga bagaimana cara membuat perangkap mengerikan namun 'cantik' itu.

Kemudian, kami juga melihat bangkai tank amerika. Diceritakan, pasukan vietkong berhasil menjebak tank tersebut dan membantai puluhan pasukan yang menyertainya. Saya pun langsung berpose di depan tanks tersebut..haha. Setelah itu, sampailah ke menu utama kami yaitu menyusuri lorong-lorong sempit yang telah dibangun Vietkong selama perang. Sumpah, sempit banget! Saya sarankan penderita klaustrofobia sebaiknya tidak menjajal kegiatan tersebut. Sebab, meski sudah diperbesar untuk keperluan wisata tetap saja lorong tersebut sempit abiss, bercabang-cabang, lembab, gelap serta minim oksigen.

Tips : jangan gunakan kacamata hitam untuk masuk terowongan. Kalau coba-coba, Anda akan menikmati terowongan paling gelap sedunia seperti yang saya rasakan!hehe..*dasar bodoh.

Menyusuri terowongan itu, anda harus jongkok. Dibeberapa tempat bahkan harus merayap. Terowongan memang dipersiapkan untuk bergerilya dalam jangka waktu lama. Chu Chi Tunnel memiliki panjang kurang lebih 200 km dan dibuat bertingkat 3 sehingga total sekitar 600 km. Mereka juga membuat ruang rapat, tempat pembuatan senjata, lorong jebakan, rumah sakit, tempat bersalin dan dapur. Semuanya di-setting sedemikian rupa sehingga meskipun hutan diatasnya sudah gundul karena Bom Napalm, terowongan mereka tetap sukar dideteksi pasukan Amerika.

Untuk sirkulasi udara mereka menggunakan bambu yang disalurkan ke terowongan. Dipermukaan ditutupi tumpukan batu dan disekitarnya ditaburi bubuk merica sehingga, ketika anjing pelacak didatangkan, lubang persembunyian mereka tetap tidak terdeteksi. Untuk dapur, pembuangan asapnya dibuat bertingkat-tingkat sehingga ketika keluar sudah sangat minim. Meskipun terlihat oleh pesawat pengebom Amerika, pintu keluar asap dibuat cukup jauh dari lubang persembunyia sehingga bom luput dari sasarannya. Untuk sirkulasi air, mereka membuat saluran yang dialirakan langsung ke Sungai Saigon. Saluran itu juga bisa dibuat untuk serangan mendadak karena terhubung langsung ke bagian sungai yang berada di belakang markas tentara amerika.

Oh ya, terowongan sengaja dibuat sangat sempit karena pasukan vietkong rata-rata memiliki tubuh kecil-kecil. Jackie menyebutkan bobot tentara vietkong rata-rata 50 kg untuk laki-laki dan 40 kg untuk perempuan. Vietkong juga banyak menyertakan remaja dan anak-anak menjadi pasukan mereka. Tentu saja pasukan Amerika yang rata-rata memiliki tubuh yang besar akan sangat kesulitan untuk mengejar pasukan Vietkong di dalam lorong. Untuk makanan, Vietkong juga memiliki cara untuk mengawetkan makanan dan membuatnya menjadi instan. Beras mereka olah menjadi 'rice paper'. Dibentuk tipis-tipis dan dikeringkan. Vietkong juga mengolah beras menjadi minuman beralkohol dengan kadar sampai 40 persen. Kami diajak menyaksikan bagaimana pembuatan penganan tersebut yang diperagakan perempuan cantik mengenakan baju khas vietkong. Kalau mau, rice paper dan minuman tersebut bisa dibeli sebagai buat tangan.

Kemudian, kami juga disuguhi makanan Vietkong yang lain, yaitu, rebusan singkong yang disajikan dengan kacang tumbuk dan gula. Tak lupa secawan teh vietnam sebagai teman. Kami berlima, beserta Jakcie pun bersulang di tempat tersebut. Setelah menyusuri Chu Chi, saya jadi membayangkan betapa heroiknya pasukan vietkong dan betapa bohongnya Film Rambo.

Menurut Jackie, lebih dari 18.000 pasukan yang bertahan hidup di Chu Chi. Selesai perang, hanya sekitar 6000 orang yang bertahan hidup. Pengunjung juga bisa menjajal aneka senapan. Tak perlu membeli tiket lagi, cukup beli peluru seharga US$ 1 per butir. Jenis-jenis senapan laras panjang yang digunakan adalah AK 47 dan M 16. Kalau bisa menembak tepat di sasaran akan dapat hadiah berupa topi, kaus dan sebagainya. Saya tidak mencoba permainan ini karena dari jarak sekitar 50 meter saja telinga saya sudah berasa tuli..hehe. Secara umum, perjalanan ke Cu Chi Tunnels saya rasakan sebagai perjalanan yang aneh tapi menyenangkan dan pengalaman yang cukup emosional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar