Menulis, bagiku itu candu. Bak seorang perokok yang susah untuk melepas kertas berisi tembakau, menulis pun sama buatku. Susah untuk memulai, tetapi berat untuk berhenti. Dan, seperti 'pemakai' aku pun bisa 'sakaw' kalau tak menulis atau menikmati tulisan.
Menulis dan membaca tentunya sudah menjadi candu. Candu yang bisa membawaku terbang melayang. Candu yang bisa memberiku kenikmatan berkepanjangan. Candu yang bisa membuatku, ahh, orgasme!
Hmmh, sejak aku masih mengenakan seragam putih-merah, aku sudah hobi menulis. Bukan hanya pelajaran yang kutorehkan dengan tinta di setiap buku pelajaranku tetapi lebih banyak kata-kata konyol, gambar-gambar lucu, atau pun luapan emosi ku sebagai anak kelas 5 SD. Semuanya tercecer di setiap buku pelajaran ku.
Tahun pertama aku bersalin seragam menjadi putih biru, itulah kali pertama nya aku memiliki buku khusus untuk menampung tulisanku. Seorang sahabat menghadiahiku buku harian sebagai hadiah ulang tahun. Selain sebagai, sahabatku punya alasan lain memberiku buku harian : dia merasa terganggu karena buku-buku pelajaran nya juga menjadi sasaran tempatku menorehkan semua bahasa ajaibku..haha.
Dan sejak itu, aku semakin rajin menulis, hampir setiap hari lakon hidupku aku ceritakan dengan guratan tinta di lembar-lembar buku harianku. Entah sudah ada berapa buku yang aku habiskan, aku sudah tak ingat lagi. Yang jelas, jika aku membaca nya kembali, aku bisa mengulum tersenyum, tersipu malu, tertawa gembira atau bahkan menggharubiru. Tulisan itu bisa membuatku mengendarai mesin waktu, membuka pintu kemana saja, membuka kembali memori otaku, dan merewind kenangan-kenanganku..Hebat..! (*muji diri sendiri mode on)
Menulis dan membaca merupakan dua sisi koin yang tidak dapat dipisahkan. Setelah menulis pasti akan aku baca kembali. Sekedar merasakan 'kehidupan' di tulisanku atau merombak bagian yang kurasa tak enak.
Dan semalam, secangkir kopi menemaniku menantang detak jarum jam. Hanya dengan layar mungil BlackBerry curve ku, aku menelusuri setiap tulisan sahabat baruku, Birong, di blognya yang sangat inspiratif.
Sendirian di kamar berukuran 2x3 meter, aku termenung. Aku berkaca dan belajar pada kehidupan gadis menarik itu. Tanpa ragu dan malu, dia sanggup menunjukan keberanian dan kualitas hidupnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Cukup satu kata untuk Birong, Hebat..!
Birong memberiku dosis candu extra buatku dengan tulisannya. Tidak dia saja, masih ada Ana dan Igun yang sanggup membuatku terpana dengan guratan tinta mereka. Ah, aku semakin kecanduan. Aku ingin mencandu keberanian Birong, Aku ingin menjadi pecandu kecerdasan Ana dan Aku 'sakaw' kebijaksanaan Igun.
Aku ingin jemariku akan terus menari, mengurai cerita, menggores makna. Aku seorang pecandu dan aku tak mau berhenti... (Ia)
Kuta, 26 Juni 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar