Sabtu, 09 Juli 2011

Danau Toba


Hawa pagi yang cukup menusuk membangunkan mimpi indahku. Medan memang lebih dingin dari Jakarta saat malam, tetapi menjelang siang, hawanya bisa lebih panas dari Jakarta. Hari itu perasaan bersemangat merasuki jiwaku, setelah sekian tahun tak ke Medan, kampung halaman ayahku, bulan Desember 2010 aku dan seluruh keluarga pulang ke Medan, dan pagi ini, kami pergi ke Danau Toba. Ya, sepatuku akan menjejak ke Danau Toba. Kila, panggilan bahasa Batak Karo untuk Paman, mengatakan bahwa perjalanan ke Danau Toba memakan waktu 4-6 jam dari Deli Serdang, daerah tempat Ayahku lahir dan besar.

Pukul 7 pagi kami berangkat, Ayah, Ibu, Kakak, Adik, Kila dan kakak sepupuku. Aku ingat terakhir aku pergi ke Danau Toba, saat itu aku masih sangat kecil, kelas 6 SD sepertinya, yang aku ingat Danau Toba itu kotor, panas dan tidak meninggalkan kesan yang bagus sama sekali. Tetapi entah kenapa, aku merasa perjalanan ke Danau Toba kali ini akan berbeda.

Senin, 04 Juli 2011

Viet Trip (2) ; Water Puppet

Ok, saya lanjutkan cerita perjalanan di Saigon bagian kedua

Usai menjelajahi Chi Chi Tunnels, kami minta ke Jackie untuk di-drop di restoran halal dan enak di daerah Pham Ngu Lao. Jackie menurunkan kami di sebuah restoran India. Hmmh, rasanya tidak mengecewakan dan harganya pun bersahabat...

Perut terisi, tenaga kembali dan waktu masih sore. Kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mengelilingi Ho Chi Minh City (HCMC).Berbekal peta, kami memulai perjalanan. Langkah kaki mengarah ke Ben Than Market..Ah,beruntung di HCMC banyak sekali taman sehingga perjalanan kami tak terlalu melelahkan meskipun cuaca terik..

Setelah melewati taman yang ada patung Tran Nguyen Han berkendara kuda, sampailah di Ben Than. Karena baru awal perjalanan, kami memutuskan untuk tidak membeli oleh-oleh terlebih dahulu...jadi, hanya sekedar melihat-lihat disitu. Cukup...Perjalanan kami lanjutkan ke tempat pertunjukan water puppet (wayang air), kesenian khas Vietnam.

Menulis itu Candu

Menulis, bagiku itu candu. Bak seorang perokok yang susah untuk melepas kertas berisi tembakau, menulis pun sama buatku. Susah untuk memulai, tetapi berat untuk berhenti. Dan, seperti 'pemakai' aku pun bisa 'sakaw' kalau tak menulis atau menikmati tulisan.

Menulis dan membaca tentunya sudah menjadi candu. Candu yang bisa membawaku terbang melayang. Candu yang bisa memberiku kenikmatan berkepanjangan. Candu yang bisa membuatku, ahh, orgasme!

Hmmh, sejak aku masih mengenakan seragam putih-merah, aku sudah hobi menulis. Bukan hanya pelajaran yang kutorehkan dengan tinta di setiap buku pelajaranku tetapi lebih banyak kata-kata konyol, gambar-gambar lucu, atau pun luapan emosi ku sebagai anak kelas 5 SD. Semuanya tercecer di setiap buku pelajaran ku.

Tahun pertama aku bersalin seragam menjadi putih biru, itulah kali pertama nya aku memiliki buku khusus untuk menampung tulisanku. Seorang sahabat menghadiahiku buku harian sebagai hadiah ulang tahun. Selain sebagai, sahabatku punya alasan lain memberiku buku harian : dia merasa terganggu karena buku-buku pelajaran nya juga menjadi sasaran tempatku menorehkan semua bahasa ajaibku..haha.

Dan sejak itu, aku semakin rajin menulis, hampir setiap hari lakon hidupku aku ceritakan dengan guratan tinta di lembar-lembar buku harianku. Entah sudah ada berapa buku yang aku habiskan, aku sudah tak ingat lagi. Yang jelas, jika aku membaca nya kembali, aku bisa mengulum tersenyum, tersipu malu, tertawa gembira atau bahkan menggharubiru. Tulisan itu bisa membuatku mengendarai mesin waktu, membuka pintu kemana saja, membuka kembali memori otaku, dan merewind kenangan-kenanganku..Hebat..! (*muji diri sendiri mode on)

Menulis dan membaca merupakan dua sisi koin yang tidak dapat dipisahkan. Setelah menulis pasti akan aku baca kembali. Sekedar merasakan  'kehidupan' di tulisanku atau merombak bagian yang kurasa tak enak.
Dan semalam, secangkir kopi menemaniku menantang detak jarum jam. Hanya dengan layar mungil BlackBerry curve ku, aku menelusuri setiap tulisan sahabat baruku, Birong, di blognya yang sangat inspiratif.

Sendirian di kamar berukuran 2x3 meter, aku termenung. Aku berkaca dan belajar pada kehidupan gadis menarik itu. Tanpa ragu dan malu, dia sanggup menunjukan keberanian dan kualitas hidupnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Cukup satu kata untuk Birong, Hebat..!

Birong memberiku dosis candu extra buatku dengan tulisannya. Tidak dia saja, masih ada Ana dan Igun yang sanggup membuatku terpana dengan guratan tinta mereka. Ah, aku semakin kecanduan. Aku ingin mencandu keberanian Birong, Aku ingin menjadi pecandu kecerdasan Ana dan Aku 'sakaw' kebijaksanaan Igun.

Aku ingin jemariku akan terus menari, mengurai cerita, menggores makna. Aku seorang pecandu dan aku tak mau berhenti... (Ia)

Kuta, 26 Juni 2011

Jumat, 01 Juli 2011

Viet Trip (1) : Dari Saigon Sampai ke Chu Chi

Ini kisah, saat sepatuku kubawa melangkah ke Vietnam. Semua berawal di 'wartel' Koran Tempo. Saat itu Saya, yang masih menjadi jurnalis di Koran Tempo tengah berbincang dengan Bunga dan Sorta  sembari menunggu respon narasumber. Dari obrolan itu, terbersitlah ide untuk travelling ke negeri itu plus Cambodia.

Tanpa banyak 'cingcong' segera kami buka situs Air Asia untuk mencari tiket promo. Akhirnya kami bersepakat untuk bepergian pada 7-14 Juni 2010. Tiket yang kami dapatkan cukup murah, hanya Rp 800 ribuan plus pajak PP Jakarta - Ho Chi Minh City. Dengan sedikit promo, kami dapatkan banyak kawan seperjalanan. Namun, yang akhirnya team kami hanya bertambah dua orang, Agust dan Yoga. Jadilah lima sekawan berangkat ke Indo-China, belajar sejarah, budaya dan berwisata.

Singkat kata di hari pertama, kami sampai di Than Son Nhat International Airport, Ho Chi Minh City (dulunya Saigon) sekitar pukul 20.00 WIB setelah menempuh tiga jam perjalanan dari Jakarta. Tiba disana kami menggunakan taksi bandara menuju Hostel yang telah kami pesan di Pham Ngu Lao (kawasan backpacker). Tarifnya US$ 8 dolar satu taksi yang diisi lima orang.

Eh, ada tips neh buat yg mau kesana : Taksi di Vietnam mobilnya ada yang besar. Jadi, lima orang plus barang bawaan cukup satu taksi. Taksi yang cukup terpercaya disana adalah Vinasun dan Mailinh. Hati-hati gunakan taksi yang lain, supirnya suka rese dan minta tips yang besar seperti yang kami alami.

Berpetualang Ala Avatar

Tulisan ini ku repost dari tulisan Nita Roshita (Green FM) di www.sarongge.org. Tulisannya ku repost karena ada sayanya..hehe. Narsis boleh dons!Kisahnya tentang perjalanan tim adopter pohon  di Hutan Sarongge, Gunung Gede Pangrango, Cianjur, Jawa Barat. Perjalanan itu sendiri sudah setahun lalu, tepat sebulan sebelum aku memutuskan keluar dari Tempo, media tempatku bekerja.

Ini dia tulisanya Nita, ringan namun tetap menarik..

Wah keren, ini kayak film Avatar! Gue serasa Jack Sully yang bicara pada Eywa. Foto dong foto” Begitu teriak Gunanto jurnalis majalah Tempo ketika diajak oleh Green Radio memasuki hutan tropis Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Ewya di film Avatar adalah simbol roh suci berbentuk ubur ubur putih yang melayang-layang. Sementara yang diteriaki Gunanto sebagai Eywa adalah Bubukuan  (Stobilanthus Cernua) yang bunga putihnya hanya mekar setiap 7 tahun sekali dan tumbuh hanya pada ketinggian 1500-1600 diatas permukaan laut. Bubukuan ini seperti pagar hidup yang cantik dan memayungi jalan Anda dari pintu masuk hutan. Bunganya tak kalah cantik dibanding Sakura asal Jepang.